Wednesday, September 24, 2014

SUMBER HUKUM DALAM ISLAM



1.    Al-Qur’an
a.   Pengertian Al-Qur’an
Menurut bahasa Al-Qur’an berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca. Sedangkan menurut istilah berarti kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril, ditulis dalam bentuk mushaf, disampaikan secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah dan dimulai dari surat Al-Fatihah diakhiri dengan surat An-Nas.

b.   Nama-nama Al-Qur’an
Ahli Fiqhi dalam mengemukakan bahwa nama Al-Qur’an terdiri dari 99 macam tetapi nama yang populer adalah 6 macam yaitu:
1)     Al-Qur’an artinya bacaan, dinyatakan Allah dalam surat Al-Hasyar : 21 yaitu:

Artinya:  Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.

2)     Al-Furqaan artinya pembeda, dinyatakan Allah dalam surat Al-Furqan : 1 yaitu:

Artinya:  Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

3)     Az-Zikra artinya peringatan, dinyatakan Allah dalam surat Al-Hijir : 9 yaitu:

Artinya:  Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

4)     Al-Kitab artinya tulisan, dinyatakan Allah dalam surat An-Nahl : 89 yaitu:

Artinya:  Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.

5)     At-Tanzil artinya yang diturunkan, dinyatakan Allah dalam surat Asy-Syu’araa’ : 192

Artinya:  Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.
6)     Shuhuf artinya lembaran-lembaran, dinyatakan Allah dalam surat Al-Bayyinah : 2

Artinya:  Seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran).

c.   Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Muhammad menyampaikannya kepada umat manusia. Hal itu berfungsi sebagai berikut:
1)     Petunjuk bagi manusia tentang baik-buruk dan dunia-akhirat.
2)     Mukjizat terbesar Nabi Muhammad yang menandakan bahwa dia adalah Rasul Allah.
3)     Pemberi kata putus terakhir yang benar menyangkut pertentangan dikalangan pemimpin.
4)     Penyempurna kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an.
5)     Penutup wahyu yang diturunkan Allah.
6)     Penawar jiwa yang haus.



d.   Kandungan Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an terkandung sesuatu yang menjadi pokok segala aspek kehidupan kehidupan manusia. Kandungan Al-Qur’an tersebut terdiri dari:
1)     Pokok-pokok keyakinan (keimanan) yang melahirkan ilmu kalam.
2)     Pokok-pokok aturan (hukum) yang melahirkan ilmu hukum dan ilmu fiqhi.
3)     Pokok-pokok pengabdian kepada Allah (ibadah).
4)     Pokok-pokok tingkah laku (akhlak).
5)     Petunjuk tentang adanya tanda-tanda kekuasaan Allah.
6)     Petunjuk mengenai hubungan antara sikaya dengan simiskin.
7)     Sejarah para nabi dan umat terdahulu.
Jika disimpulkan maka isi kandungan menjadi tiga kelompok yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak.
e.   Keistimewaan Al-Qur’an
Al-Qur’an memiliki keistimewaan bila dibandingkan dengan ilmu lainnya, diantara keistimewaannya sebagai berikut:
1)     Dilihat dari segi bahasa Al-Qur’an.
Bahasa Al-Qur’an tidak ada yang dapat menandingi ketinggian dan keindahan bahasanya, baik anatara kata dengan padanannya maupun kata dengan lawan kata. Seperti; hayat artinya hidup berulang sebanyak 145 kali, hal itu sama dengan kata maut dan malaikat diulang sebanyak 88 kali sama dengan kata setan.
2)     Dilihat dari segi waktu, tempat dan sasaran.
Segi waktu; Al-Qur’an berbicara tentang masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Seperti kisah-kisah nabi-nabi dan umat masa lampau sebagai gambaran kesuksesan dan kegagalan masyarakat tersebut.
Segi tempat; Al-Qur’an dapat menjangkau semua wilayah dan kawasan baik darat, laut maupun udara dan memberi dorongan kepada pembaca guna meneliti dan menyelidikinya dengan seksama.
Segi materi (sasaran), Al-Qur’an dapat berbicara disegala segi kehidupan manusia baik dibidang politik, sosial, ekonomi maupun budaya.
3)     Sumber informasi tentang Allah, Rasul dan Alam Gaib.
Al-Qur’an merupakan sumber informasi utama bagi manusia baik berhubungan dengan Allah, Rasul dan alam gaib dan hal itu tidak dapat diungkapkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akal semata.
4)     Naskah Aslinya tetap terpelihara.
Al-Qur’an salah satu kitab suci yang tetap utuh dan terpelihara dan tidak seorangpun yang sanggup untuk merobahnya isinya. Hal itu sudah dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr : 9 yaitu: 

Artinya:  Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.

2.    Sunnah
a.  Pengertian Sunnah
Menurut bahasa Sunnah berarti perjalanan, perkataan dan cara. Sedangkan menurut istilah berarti segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW.
b.  Pembagian Sunnah
Sunnah dapat dibagi kepada 3 kelompok yaitu:
1)     Sunnah Qauliyah yaitu sunnah dalam bentuk perkataan atau ucapan Rasulullah yang menerangkan hukum dan maksud Al-Qur’an.
2)     Sunnah Fi’liyah yaitu sunnah dalam bentuk perbuatan Rasulullah yang menerangkan cara melaksanakan ibadah.
3)     Sunnah Taqririyah yaitu ketetapan Nabi atau diamnya Nabi atas perbuatan sahabat.
c.  Hubungan Al-Qur’an dengan Sunnah
1)     Sunnah menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an.
  Contoh: Hukum puasa.
  Al-Qur’an menjelaskan tentang hukum puasa bahwa puasa itu hukumnya wajib terdapat dalam surat Al-Baqarah : 183 yaitu:
   
   Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
  Sedangkan Sunnah juga menguatkan hukum puasa tersebut yaitu berpuasa pada bulan Ramadhan. Sesuai Sabda Rasulullah yang artinya: “Islam didirikan di atas 5 perkara; persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan naik haji ke Baitullah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
2)     Sunnah memberi rincian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat global.
  Contoh: Mengerjakan shalat.
  Dalam Al-Qur’an dinyatakan; “kerjakanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 110 yaitu:   

   Artinya: Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
  Pernyatan tentang mendirikan shalat itu bersifat global karena Allah tidak menjelaskan bagaimana cara melaksanakan shalat. Oleh sebab itu Sunnah menjelaskan cara melaksanakan shalat tersebut, sesuai dengan Sabda Rasulullah yang artinya “Shalatlah kamu sebagaimana engkau melihat aku (Rasulullah) shalat”. (HR. Bukhari).
3)     Sunnah membatasi kemutlakkan yang dinyatakan Al-Qur’an.
  Contoh: Pemberian wasiat.
  Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa jika seseorang sudah mendapatkan tanda-tanda akan meninggal dunia maka berikanlah harta yang ditinggalkan kepada karib kerabat yang terdekat. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 180 yaitu:
  
   Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
  Kemudian Sunnah membatasi wasiat tersebut karena harta simayat tidak boleh diwasiatkan seluruhnya dan wasit itu tidak boleh lebih dari 1/3 harta yang ditinggalkan simayat. Sesuai dengan Sabda Rasulullah yang artinya: “Dari Saad bin Abi Waqash Ra, beliau bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah wasiat. Rasulullah melarang memberikan wasiat seluruh hartanya atau setengahnya. Beliau menyetujui memberikan sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkan” (HR. Bukhari dan Muslim).
   
4)     Sunnah memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum.
  Contoh: Mengharamkan bangkai dan darah.
  Al-Qur’an mengharamkan semua bangkai dan darah sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah : 3 yaitu:

   Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
  Sedangkan Sunnah menjelaskan bahwa ada 2 bangkai yang halal yaitu ikan dan belalang dan dua darah yang halal yaitu hati dan limpa. Sesuai dengan Sabda Rasulullah yang artinya: “ Dari Ibnu Umar Ra. Rasulullah bersabda: Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa (HR. Ahmad, Asy-syafii, Ibnu Majah, Baihaqi dan Daruquthni).
   
5)     Sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan Al-Qur’an.
  Contoh: Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring, dan bercakar. Sesuai Sabda Rasulullah yang artinya: Rasulullah melarang semua yang mempunyai taring dari binatang dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim dari Ibnu Abbas).


d.  Perbedaan Al-Qu’an dengan Sunnah
Al-Qur’an dengan Sunnah mempunyai perbedaan yang sangat prinsipil yaitu:
1)      Kenaran Al-Qur’an bersifat mutlak (qath’I), sedangkan Sunnah bersifat diragukan (dzanni).
   Al-Qur’an wahyu yang datang dari Allah sudah jelas tidak ada keraguan pada isinya, sedangkan Sunnah dikumpulkan oleh sahabat setelah Rasulullah meninggal dunia dan hal itu menimbulkan adanya hadis maqbul (diterima), mardud (diragukan) dan hadis palsu.
2)      Semua ayat Al-Qur’an dijadikan pedoman hidup, sedangkan hadis tidak semuanya dijadikan pedoman hidup.
3)      Al-Qur’an bersifat autentik, sedangkan hadis tidak autentik.
   Semua lafadz dan makna Al-Qur’an sessuai dengan lafadz dan makna yang disampaikan Malaikat Jibaril, sedangkan hadis antara lafadz dan makna yang disampaikan Rasulullah sahabat kadangkala tidak sesuai dengan lafadz dan makna yang disampaikan sahabat. Hal itu disebabkan perbedaan perawi yang satu dengan perawi yang lainnya.

e.  Ilmu Hadis
Ilmu hadis dibagi kepada 2 kelompok besar yaitu:
1)      Ilmu hadis riwayah yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, takririyah, tabiat maupun tingkah laku.
2)      Ilmu hadis dirayah yaitu undang-undang atau kaidah untuk mengetahui keadaan Sanad, Matan, cara menerima, meriwayatkan dan sifat-sifat perawi.

f.   Unsur-unsur Pokok Hadis
Unsur-unsur pokok hadis adalah:
1)      Sanad (sandaran)
   Sanad (sandaran) artinya berita tentang jalannya matan atau silsilah perawi yang menukilkan hadis dari sember pertama.
2)      Matan
   Matan adalah lafaz hadis yang didalamnya mengandung makna tertentu
3)      Rawi
   Rawi adalah orang yang meriwayatkan hadis.
    
g.  Pembagian Hadis
Hadis dapat digolongkan kepada 2 macam yaitu:
1)      Dilihat dari kuantitas dapat dibagi kepada 2 macam yaitu:
(a)    Hadis Mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang terhindar dari kesepakatan untuk berdusta.
(b)    Hadis Ahad yaitu hadis yang jumlah perawinya tidak sampai kepada hadis mutawatir.
2)      Dilihat dari kualitas dapat dibagi kepada 2 macam yaitu:
(a)    Hadis maqbul yaitu hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya yaitu sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan matannya tidak ber’ilat.
(b)    Hadis mardud yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.
Hadis mardud terbagi kepada 3 macam yaitu:
§  Hadis shahih yaitu hadisnya benar sah dan sehat.
Kriteria hadis shahih adalah:
Ø  Rawinya bersambung dari pertama sampai terakhir
Ø  Rawinya orang yang dikenal, adil dan kuat hafalannya
Ø  Hadisnya terhindar dari cacat dan janggal
Ø  Rawinya harus terdekat dengan sanad dan sesamanya
§  Hadis hasan yaitu hadis yang terletak antara hadis shahih
Ø  Rawinya bersambung dari pertama sampai terakhir
Ø  Rawinya orang yang dikenal, adil dan kurang kuat hafalannya
Ø  Hadisnya terhindar dari cacat dan janggal
Ø  Rawinya harus terdekat dengan sanad dan sesamanya
§  Hadis da’if dan hadis da’if yaitu hadis yang lemah dan tidak kuat.
Ø  Rawinya tidak bersambung dari pertama sampai terakhir
Ø  Sandarannya kepada sahabat bukan kepada Rasulullah SAW
Ø  Hadisnya cacat dan janggal
3.    Ijtihad
a.    Pengerian Ijtihad
Ijtihad adalah menggunakan kesanggupan berfikir untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan mengeluarkan hukum dari Kitab dan Sunnah. Sedangkan orang yang melaksanakan Ijtihad disebut Mujtahid. Jadi Mujtahid adalah ahli fiqhi yang menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap suatu hukum agama dengan jalan beristinbat (dasar) dari Al-Qur’an dan Hadis. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berijtihad yaitu:
1)    Masalah yang diijtihadkan
Masalah-masalah yang diijtihadkan adalah hukum-hukum yang tidak mempunyai dalil qath’I (pasti), bukan hukum-hukum akal dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu kalam (aqidah).
2)    Tujuan Ijtihad
Tujuan Ijtihad adalah untuk menjawab semua masalah yang dihadapi umat Islam dari zaman ke zaman sehingga hukum-hukumnya tetap aktual. Hal itu disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3)    Macam-macam Ijtihad
a)   Dilihat dari pelaksanaan dapat digolongkan kepada 2 macam yaitu:
(1)   Ijtihad fardhi yaitu ijtihad yang dilaksanakan oleh mujtahid secara pribadi.
(2)   Ijtihad jama’i yaitu ijtihad yang dilakukan oleh mujtahid secara berkelompok.
b)   Dilihat dari materi dibagi kepada 4 bagian yaitu:
(1)    Qiyas yaitu menetapkan hukum syara’ disebabkan adanya persamaan antara satu dengan yang lainnya.
(2)    Ijma’ yaitu kesepakatan ulama (ahli ijtihad) dalam menetapkan suatu hukum.
(3)    Istihsan yaitu menetapkan suatu hukum berdasarkan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan kebaikan, keadilan dan kasih sayang.
(4)    Mashalihul mursalah yaitu menetapkan suatu hukum berdasarkan pertimbangan kegunaan dan pemanfaatan menurut Islam.
4)    Cara Ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad maka mujtahid wajib memperhatikan dalil-dalil yang tertinggi yaitu:
a)    Nash Al-Qur’an
b)    Hadis mutawatir
c)    Hadis ahad
d)    Zahir Qur’an
e)    Zahis hadis

5)     Syarat Mujtahid
a)    Mengetahui isi Al-Qur’an dan Hadis
b)    Mengetahui bahasa Arab
c)    Mengetahui ilmu usul fiqhi
d)    Mengetahui ijma’
e)    Mengetahui nasikh dan mansukh Al-Qur’an
f)     Mengetahui ilmu dirayah dan riwayah tentang hadis.


A.   Daftar Pustaka
As-Suyuthi,I (1995); Apa Itu Algur’an; Penerbit Gema Insani Press: Jakarta.
Abdul Fatah Idris.(1994); Fiqih Islam Lengkap; Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Suparta, M (1996); Ilmu Hadis, Penerbit Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK: Jakarta.
Suryana Af, A.T (1997), Pendidikan Agama Islam; Penerbit Tiga Mutiara: Bandung.
_____;(2001); Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum; Penerbit Direktorat PTAI Dirjen Kelembagaan Agama Islam: Jakarta.




No comments:

Post a Comment