1. Al-Qur’an
a. Pengertian Al-Qur’an
Menurut bahasa Al-Qur’an berarti bacaan atau sesuatu yang dibaca.
Sedangkan menurut istilah berarti kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril, ditulis dalam bentuk mushaf,
disampaikan secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah dan dimulai dari surat Al-Fatihah diakhiri dengan surat An-Nas.
b. Nama-nama Al-Qur’an
Ahli
Fiqhi dalam mengemukakan bahwa nama Al-Qur’an terdiri dari 99 macam tetapi nama
yang populer adalah 6 macam yaitu:
1) Al-Qur’an artinya bacaan, dinyatakan
Allah dalam surat Al-Hasyar : 21 yaitu:
Artinya:
Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu
akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.
2) Al-Furqaan artinya pembeda, dinyatakan
Allah dalam surat Al-Furqan : 1 yaitu:
Artinya:
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya,
agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.
3) Az-Zikra artinya peringatan,
dinyatakan Allah dalam surat Al-Hijir : 9 yaitu:
Artinya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.
4) Al-Kitab artinya tulisan, dinyatakan
Allah dalam surat An-Nahl : 89 yaitu:
Artinya:
Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang
saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad)
menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab
(Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
5) At-Tanzil artinya yang diturunkan,
dinyatakan Allah dalam surat Asy-Syu’araa’ : 192
Artinya:
Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam.
6) Shuhuf artinya lembaran-lembaran,
dinyatakan Allah dalam surat Al-Bayyinah : 2
Artinya:
Seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang
disucikan (Al Quran).
c. Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an
diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan Nabi Muhammad menyampaikannya
kepada umat manusia. Hal itu berfungsi sebagai berikut:
1) Petunjuk
bagi manusia tentang baik-buruk dan dunia-akhirat.
2) Mukjizat
terbesar Nabi Muhammad yang menandakan bahwa dia adalah Rasul Allah.
3) Pemberi
kata putus terakhir yang benar menyangkut pertentangan dikalangan pemimpin.
4) Penyempurna
kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur’an.
5) Penutup
wahyu yang diturunkan Allah.
6) Penawar
jiwa yang haus.
d. Kandungan Al-Qur’an
Di
dalam Al-Qur’an terkandung sesuatu yang menjadi pokok segala aspek kehidupan
kehidupan manusia. Kandungan Al-Qur’an tersebut terdiri dari:
1) Pokok-pokok
keyakinan (keimanan) yang melahirkan ilmu kalam.
2) Pokok-pokok
aturan (hukum) yang melahirkan ilmu hukum dan ilmu fiqhi.
3) Pokok-pokok
pengabdian kepada Allah (ibadah).
4) Pokok-pokok
tingkah laku (akhlak).
5) Petunjuk
tentang adanya tanda-tanda kekuasaan Allah.
6) Petunjuk
mengenai hubungan antara sikaya dengan simiskin.
7) Sejarah para nabi dan umat terdahulu.
Jika
disimpulkan maka isi kandungan menjadi tiga kelompok yaitu aqidah, syari’ah dan
akhlak.
e. Keistimewaan Al-Qur’an
Al-Qur’an
memiliki keistimewaan bila dibandingkan dengan ilmu lainnya, diantara
keistimewaannya sebagai berikut:
1) Dilihat dari segi bahasa Al-Qur’an.
Bahasa
Al-Qur’an tidak ada yang dapat menandingi ketinggian dan keindahan bahasanya,
baik anatara kata dengan padanannya maupun kata dengan lawan kata. Seperti;
hayat artinya hidup berulang sebanyak 145 kali, hal itu sama dengan kata maut
dan malaikat diulang sebanyak 88 kali sama dengan kata setan.
2) Dilihat dari segi waktu, tempat dan
sasaran.
Segi waktu; Al-Qur’an berbicara tentang masa lalu, sekarang dan
yang akan datang. Seperti kisah-kisah nabi-nabi dan umat masa lampau sebagai
gambaran kesuksesan dan kegagalan masyarakat tersebut.
Segi tempat; Al-Qur’an dapat menjangkau semua wilayah dan kawasan
baik darat, laut maupun udara dan memberi dorongan kepada pembaca guna meneliti
dan menyelidikinya dengan seksama.
Segi
materi (sasaran), Al-Qur’an dapat berbicara disegala segi kehidupan manusia
baik dibidang politik, sosial, ekonomi maupun budaya.
3) Sumber informasi tentang Allah, Rasul
dan Alam Gaib.
Al-Qur’an
merupakan sumber informasi utama bagi manusia baik berhubungan dengan Allah,
Rasul dan alam gaib dan hal itu tidak dapat diungkapkan oleh manusia
berdasarkan kemampuan akal semata.
4) Naskah Aslinya tetap terpelihara.
Al-Qur’an
salah satu kitab suci yang tetap utuh dan terpelihara dan tidak seorangpun yang
sanggup untuk merobahnya isinya. Hal itu sudah dinyatakan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr : 9 yaitu:
Artinya:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.
2. Sunnah
a. Pengertian Sunnah
Menurut
bahasa Sunnah berarti perjalanan, perkataan dan cara. Sedangkan menurut istilah
berarti segala perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi Muhammad SAW.
b. Pembagian Sunnah
Sunnah
dapat dibagi kepada 3 kelompok yaitu:
1) Sunnah
Qauliyah yaitu sunnah dalam bentuk perkataan atau ucapan Rasulullah yang
menerangkan hukum dan maksud Al-Qur’an.
2) Sunnah
Fi’liyah yaitu sunnah dalam bentuk perbuatan Rasulullah yang menerangkan cara
melaksanakan ibadah.
3) Sunnah Taqririyah yaitu ketetapan Nabi
atau diamnya Nabi atas perbuatan sahabat.
c. Hubungan Al-Qur’an dengan Sunnah
1) Sunnah menguatkan hukum yang
ditetapkan Al-Qur’an.
Contoh:
Hukum puasa.
Al-Qur’an
menjelaskan tentang hukum puasa bahwa puasa itu hukumnya wajib terdapat dalam surat Al-Baqarah : 183 yaitu:
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.
Sedangkan
Sunnah juga menguatkan hukum puasa tersebut yaitu berpuasa pada bulan Ramadhan.
Sesuai Sabda Rasulullah yang artinya: “Islam didirikan di atas 5 perkara;
persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah,
mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan naik haji ke
Baitullah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
2) Sunnah memberi rincian terhadap
pernyataan Al-Qur’an yang bersifat global.
Contoh:
Mengerjakan shalat.
Dalam
Al-Qur’an dinyatakan; “kerjakanlah shalat dan tunaikanlah zakat”. Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah : 110 yaitu:
Artinya: Dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu
usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah.
Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.
Pernyatan
tentang mendirikan shalat itu bersifat global karena Allah tidak menjelaskan
bagaimana cara melaksanakan shalat. Oleh sebab itu Sunnah menjelaskan cara melaksanakan
shalat tersebut, sesuai dengan Sabda Rasulullah yang artinya “Shalatlah kamu
sebagaimana engkau melihat aku (Rasulullah) shalat”. (HR. Bukhari).
3) Sunnah membatasi kemutlakkan yang
dinyatakan Al-Qur’an.
Contoh:
Pemberian wasiat.
Dalam
Al-Qur’an dinyatakan bahwa jika seseorang sudah mendapatkan tanda-tanda akan
meninggal dunia maka berikanlah harta yang ditinggalkan kepada karib kerabat
yang terdekat. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 180 yaitu:
Artinya: Diwajibkan
atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika
ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Kemudian
Sunnah membatasi wasiat tersebut karena harta simayat tidak boleh diwasiatkan
seluruhnya dan wasit itu tidak boleh lebih dari 1/3 harta yang ditinggalkan
simayat. Sesuai dengan Sabda Rasulullah yang artinya: “Dari Saad bin Abi Waqash
Ra, beliau bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah wasiat. Rasulullah
melarang memberikan wasiat seluruh hartanya atau setengahnya. Beliau menyetujui
memberikan sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkan” (HR. Bukhari dan
Muslim).
4) Sunnah memberikan pengecualian
terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum.
Contoh:
Mengharamkan bangkai dan darah.
Al-Qur’an
mengharamkan semua bangkai dan darah sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah : 3 yaitu:
Artinya: Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini[397] orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Sedangkan
Sunnah menjelaskan bahwa ada 2 bangkai yang halal yaitu ikan dan belalang dan
dua darah yang halal yaitu hati dan limpa. Sesuai dengan Sabda Rasulullah yang
artinya: “ Dari Ibnu Umar Ra. Rasulullah bersabda: Dihalalkan kepada kita dua
bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua
darah adalah hati dan limpa (HR. Ahmad, Asy-syafii, Ibnu Majah, Baihaqi dan
Daruquthni).
5) Sunnah menetapkan hukum baru yang
tidak ditetapkan Al-Qur’an.
Contoh:
Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring, dan bercakar. Sesuai Sabda
Rasulullah yang artinya: Rasulullah melarang semua yang mempunyai taring dari
binatang dan semua burung yang bercakar. (HR. Muslim dari Ibnu Abbas).
d. Perbedaan Al-Qu’an dengan Sunnah
Al-Qur’an
dengan Sunnah mempunyai perbedaan yang sangat prinsipil yaitu:
1) Kenaran
Al-Qur’an bersifat mutlak (qath’I), sedangkan Sunnah bersifat diragukan
(dzanni).
Al-Qur’an
wahyu yang datang dari Allah sudah jelas tidak ada keraguan pada isinya,
sedangkan Sunnah dikumpulkan oleh sahabat setelah Rasulullah meninggal dunia
dan hal itu menimbulkan adanya hadis maqbul (diterima), mardud (diragukan) dan
hadis palsu.
2) Semua
ayat Al-Qur’an dijadikan pedoman hidup, sedangkan hadis tidak semuanya
dijadikan pedoman hidup.
3) Al-Qur’an
bersifat autentik, sedangkan hadis tidak autentik.
Semua
lafadz dan makna Al-Qur’an sessuai dengan lafadz dan makna yang disampaikan
Malaikat Jibaril, sedangkan hadis antara lafadz dan makna yang disampaikan
Rasulullah sahabat kadangkala tidak sesuai dengan lafadz dan makna yang
disampaikan sahabat. Hal itu disebabkan perbedaan perawi yang satu dengan
perawi yang lainnya.
e. Ilmu Hadis
Ilmu
hadis dibagi kepada 2 kelompok besar yaitu:
1) Ilmu
hadis riwayah yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, takririyah,
tabiat maupun tingkah laku.
2) Ilmu
hadis dirayah yaitu undang-undang atau kaidah untuk mengetahui keadaan Sanad,
Matan, cara menerima, meriwayatkan dan sifat-sifat perawi.
f. Unsur-unsur Pokok Hadis
Unsur-unsur
pokok hadis adalah:
1) Sanad
(sandaran)
Sanad
(sandaran) artinya berita tentang jalannya matan atau silsilah perawi yang
menukilkan hadis dari sember pertama.
2) Matan
Matan
adalah lafaz hadis yang didalamnya mengandung makna tertentu
3) Rawi
Rawi
adalah orang yang meriwayatkan hadis.
g. Pembagian Hadis
Hadis
dapat digolongkan kepada 2 macam yaitu:
1) Dilihat
dari kuantitas dapat dibagi kepada 2 macam yaitu:
(a) Hadis
Mutawatir yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang terhindar dari
kesepakatan untuk berdusta.
(b) Hadis
Ahad yaitu hadis yang jumlah perawinya tidak sampai kepada hadis mutawatir.
2) Dilihat
dari kualitas dapat dibagi kepada 2 macam yaitu:
(a) Hadis
maqbul yaitu hadis yang telah sempurna syarat-syarat penerimaannya yaitu
sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan matannya tidak
ber’ilat.
(b) Hadis
mardud yaitu hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat hadis maqbul.
Hadis mardud terbagi kepada 3 macam yaitu:
§ Hadis shahih
yaitu hadisnya benar sah dan sehat.
Kriteria hadis shahih adalah:
Ø Rawinya
bersambung dari pertama sampai terakhir
Ø Rawinya
orang yang dikenal, adil dan kuat hafalannya
Ø Hadisnya
terhindar dari cacat dan janggal
Ø Rawinya harus terdekat dengan sanad
dan sesamanya
§ Hadis hasan
yaitu hadis yang terletak antara hadis shahih
Ø Rawinya
bersambung dari pertama sampai terakhir
Ø Rawinya
orang yang dikenal, adil dan kurang kuat hafalannya
Ø Hadisnya
terhindar dari cacat dan janggal
Ø Rawinya harus terdekat dengan sanad
dan sesamanya
§ Hadis da’if
dan hadis da’if yaitu hadis yang lemah dan tidak kuat.
Ø Rawinya
tidak bersambung dari pertama sampai terakhir
Ø Sandarannya
kepada sahabat bukan kepada Rasulullah SAW
Ø Hadisnya cacat dan janggal
3. Ijtihad
a. Pengerian Ijtihad
Ijtihad
adalah menggunakan kesanggupan berfikir untuk menetapkan hukum syara’ dengan
jalan mengeluarkan hukum dari Kitab dan Sunnah. Sedangkan orang yang
melaksanakan Ijtihad disebut Mujtahid. Jadi Mujtahid adalah ahli fiqhi yang
menghabiskan seluruh kesanggupannya untuk memperoleh persangkaan kuat terhadap
suatu hukum agama dengan jalan beristinbat (dasar) dari Al-Qur’an dan Hadis.
Oleh sebab itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam berijtihad yaitu:
1) Masalah
yang diijtihadkan
Masalah-masalah
yang diijtihadkan adalah hukum-hukum yang tidak mempunyai dalil qath’I (pasti),
bukan hukum-hukum akal dan masalah-masalah yang berhubungan dengan ilmu kalam
(aqidah).
2) Tujuan
Ijtihad
Tujuan
Ijtihad adalah untuk menjawab semua masalah yang dihadapi umat Islam dari zaman
ke zaman sehingga hukum-hukumnya tetap aktual. Hal itu disebabkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
3) Macam-macam
Ijtihad
a) Dilihat
dari pelaksanaan dapat digolongkan kepada 2 macam yaitu:
(1) Ijtihad
fardhi yaitu ijtihad yang dilaksanakan oleh mujtahid secara pribadi.
(2) Ijtihad
jama’i yaitu ijtihad yang dilakukan oleh mujtahid secara berkelompok.
b) Dilihat
dari materi dibagi kepada 4 bagian yaitu:
(1) Qiyas yaitu menetapkan hukum syara’
disebabkan adanya persamaan antara satu dengan yang lainnya.
(2) Ijma’ yaitu kesepakatan ulama (ahli
ijtihad) dalam menetapkan suatu hukum.
(3) Istihsan
yaitu menetapkan suatu hukum berdasarkan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
kebaikan, keadilan dan kasih sayang.
(4) Mashalihul mursalah yaitu menetapkan
suatu hukum berdasarkan pertimbangan kegunaan dan pemanfaatan menurut Islam.
4) Cara
Ijtihad
Dalam melaksanakan ijtihad maka mujtahid wajib memperhatikan
dalil-dalil yang tertinggi yaitu:
a) Nash
Al-Qur’an
b) Hadis
mutawatir
c) Hadis
ahad
d) Zahir
Qur’an
e) Zahis
hadis
5) Syarat
Mujtahid
a) Mengetahui
isi Al-Qur’an dan Hadis
b) Mengetahui
bahasa Arab
c) Mengetahui
ilmu usul fiqhi
d) Mengetahui
ijma’
e) Mengetahui
nasikh dan mansukh Al-Qur’an
f) Mengetahui
ilmu dirayah dan riwayah tentang hadis.
A. Daftar Pustaka
As-Suyuthi,I (1995); Apa Itu Algur’an; Penerbit Gema
Insani Press: Jakarta.
Abdul Fatah Idris.(1994); Fiqih Islam Lengkap;
Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Suparta, M (1996); Ilmu Hadis, Penerbit Lembaga Studi
Islam dan Kemasyarakatan (LSIK: Jakarta.
Suryana Af, A.T (1997), Pendidikan Agama Islam; Penerbit
Tiga Mutiara: Bandung.
_____;(2001); Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi
Umum; Penerbit Direktorat PTAI Dirjen Kelembagaan Agama Islam: Jakarta.
No comments:
Post a Comment