Thursday, September 25, 2014

MUNAKAHAD, THALAK DAN IDDAH



1.    Munakahad
a.     Pengertian Munakahad
Munakahad (nikah) itu artinya menghimpun, sedangkan menurut istilah nikah adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mukhrimnya sehingga menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 3 yaitu;


Artinya:    Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

b.     Hukum Munakahad
Munakahad dalam Islam hukumnya mubah (boleh), tetapi karena kondisi dan perkembangan zaman maka hukum munakahad itu disesuaikan dengan situasi yaitu:
1)    Wajib, yaitu seseorang yang akan menikah bila sudah cukup sandang dan pangan tetapi dikhawatirkan akan terjerumus kelimbah perzinaan.
2)    Sunnat, yaitu seseorang yang mempunyai keinginan untuk menikah dan sudah cukup sandang serta pangan.
3)    Haram, yaitu seseorang yang akan menikah tetapi dia berkeinginan untuk balas dendam atau menyakiti hati orang yang akan dinikahinya.
4)    Makruh, yaitu seseorang akan menikah tetapi belum mempunyai kesanggupan atau menikah dengan seseorang yang mempunyai sesuatu penyakit yang membahayakan pasangannya.
Nikah yang dilaksanakan oleh manusia adalah untuk mencapai kehidupan dan keluarga yang sakinah yaitu keluarga yang tenag, tenteram, damai dan sejahtera dunia-akhirat. Firman Allah dalam surat Ar-Ruum : 21 yaitu;

Artinya:    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
c.     Persiapan Nikah
Seseorang akan menikah harus mempersiapkan dan memilih calon yang akan dinikahinya. Hal ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah, yaitu; perempuan dinikahi karena empat hal yaitu karena kecantikannya, hartanya, keturunannya dan agamanya, pilihlah karena agamanya, niscaya engkau mendapat keuntungan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika calon isteri tidak canti, tidak mempunyai harta dan juga tidak dari keturunan bangsawan maka pilihlah yang beragama atau yang beraqidah. Kemudian bagi calon isteri perlu juga mempertimbangkan sabda Rasulullah diatas yaitu suami yang dicari itu laki-laki yang gagah, mempunyai harta, dari keturunan orang baik-baik dan juga beragama yang taat. Sebab faktor agama sangat penting untuk membentuk keluaga sakinah.
Dalam Islam dilarang jika seseorang menikah dengan pasangan yang berbeda agama atau tidak seaqidah karena hubungan mereka itu sama dengan berzinah. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 221 yaitu;


Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.
d.    Perempuan yang Haram dinikahi
Perempuan itu tidak semuanya yang boleh dinikahi tetapi ada juga yang haram dinikahi. Penyebab perempuan itu haram dinikahi antara lain;
1)     Diharamkan karena keturunan.
a)   Ibu dan seterusnya keatas
b)   Anak perempuan dan seterusnya kebawah
c)   Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu
d)   Bibi (saudara ibu, baik sekandung maupun perantaraan ayah atau ibu)
e)   Bibi (saudara ayah, baik sekandung maupun perantaraan ayah atau ibu)
f)    Anak perempuan dari saudara laki-laki terus ke bawah
g)   Anak perempuan dari saudara perempuan terus ke bawah
2)     Diharamkan karena susuan.
a)   Ibu yang menyusui
b)   Saudara perempuan yang mempunyai hubungan susuan
3)     Diharamkan karena suatu pernikahan.
a)   Ibu isteri (mertua) dan seterusnya ke atas, baik ibu dari keturunan maupun susuan
b)   Anak tiri (anak isteri yang dikawin dengan suami lain), jika sudah campur dengan ibunya
c)   Isteri ayah dan seterusnya ke bawah
d)   Wanita-wanita yang pernah dinikai oleh ayah,kakek sampai ke atas
e)   Isteri anak yang laki-laki (menantu)

4)     Diharamkan untuk sementara.
a)   Pertalian nikah, yaitu perempuan yang masih berada dalam ikatan nikah sampai dicerai dan habis masa iddahnya.
b)   Thalak bain kubra, yaitu perempuan yang dithalak dengan thalak tiga, haram dinikahi oleh bekas suaminya, kecuali telah menikah dengan laki-laki lain serta sudah digauli. Jika perempauan tersebut diceraikan dan habis masa iddahnya maka dia boleh kembali kepada bekas suaminya yang pertama.
c)   Menghimpun dua orang perempuan yang bersaudara, kecuali salah satunya sudah diceraikan baik cerai hidup maupun cerai mati.
d)   Menghimpun perempuan lebih dari empat orang.
e)   Berlainan agama, kecuali perempuan itu telah Islam.
Perempuan itu haram dinikahi berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 23 yaitu:
Artinya:    Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

e.     Rukun Nikah
Pernikahan dianggap sah apabila telah lengkap rukun-rukunnya yaitu;
1)     Calon pasangan suami-isteri, yaitu laki-laki muslim dan perempuan muslimah yang tidak diharamkan untuk menikah.
2)     Wali, yaitu orang yang bertanggung jawab menikahkan pengantin perempuan, baik wali nasab maupun wali hakim. Wali nasab adalah wali yang mempunyai hubungan tali darah yaitu ayah kandung, kakek dari ayah, saudara laki-laki seayah-seibu, saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara seayah-seibu, saudara laki-laki seibu dari ayah, saudara laki-laki seayah dari ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah-seibu dari ayah dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dari ayah.
3)     Saksi, yaitu dua orang laki-laki dewasa yang menjadi saksi atas terjadinya suatu pernikahan untuk menguatkan akad nikah yang terjadi dan menjadi saksi atas keturunan yang dilahirkan.
4)     Mahar, yaitu pemberian diri pihak laki-laki kepada perempuan pada saat akad nikah.
5)     Ijab qabul. Ijab adalah ucapan penyerahan dari wali perempuan kepada pihak laki-laki dan qabul adalah ucapan penerimaan dari pihak laki-laki atas penyerahan perempuan adari walinya.
f.      Pembinaan Keluarga
Pernikahan akan melahirkan keluarga yang terbina dan terdidik. Pembinaan keluarga tersebut antara lain;
1)     Membina kasih sayang
Suami maupun isteri berkewajiban membina dan mengembangkan kasih sayang dalam rumahtangganya supaya terciptanya keluarga sakinah. Membina kasih sayang antara suami dan isteri dengan memahami dan saling mengenal karakter masing-masing sehingga tidak terjadi pertentangan diantara suami mapun isteri. Jika hal tersebut terwujud maka kehudupan dalam rumahtangga akan berjalan dengan baik dan lancar sehingga terkenal dengan istilah Al-Baity Jannaty (rumahku bagaikan surga bagiku). Bila tidak terwujud maka rumahtangga itu terkenal dengan Al-Baity Naary (rumahku bagaikan Neraka bagiku).
2)     Merawat dan mendidik anak
Anak adalah buah cinta antara pasangan suami dan isteri dan anak itu merupakan amanah Allah yang diberikan kepada manusia. Oleh sebab itu berkewajiban orang tua untuk memelihara dan merawat anak dengan baik. Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 9 yaitu;

Artinya:    Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Jadi Allah sudah mengingatkan kepada manusia supaya jangan meninggalkan keturuanan yang lemah baik lemah iman maupun lemah ekonomi. Hal itu berarti bahwa orang tua jangan lengah dan lalai terhadap anak dan keturunan yang ditinggalkan dibelakangnya. Kemudian Rasulullah SAW juga mengingatkan bahwa kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya adalah menyekolahkan, memberi nama yang bagus dan menikahkan setelah dia baligh. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yaitu;
Artinya: Hak bapak terhadap anaknya, bahwa bapak mengajar anaknya menulis dan membaca dan membaguskan namanya dan menikahkan apabila anaknya telah baliqh.   (HR.   Ibnu Hajjar).

2.    Thalak
a.  Pengertian Thalak
Menurut bahasa thalak artinya lepas atau pisah, sedangkan menurut istilah thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami kepada isterinya dengan lafaz tertentu. Suami mengucapkan “saya talak kamu” maka terjadilah perceraian.
Jika suami mengucapkan kata-kata thalak kepada isterinya dalam kondisi apapun (marah, bergurau) maka terjadilah perceraian. Dengan demikian ucapan thalak ini tidak boleh dipermain-mainkan.
Dalam menempuh hidup berumahtangga terjadi perselisihan dan sudah diupayakan jalan lain untuk mencarikan solusinya ternyata tidak ditemukan maka thalak inilah jalan terakhir yang ditempuh oleh pasangan suami-isteri. Thalak itu halal tetapi dibenci oleh Allah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang;
Artinya:    “Dari Umar RA, ia berkata: Rasulullah bersabda; barang yang halal tetapi dibenci Allah adalah thalak”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, disahkan Hakim dan Abu Hatim menguatkan Mursalahnya).
b. Macam-macam Thalak
1)      Thalak Sunni dan Bidh’i
Dilahat dari kondisi isteri maka thalak terdiri atas dua yaitu thalak Sunni yaitu thalak yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya ketika isterinya dalam keadaan suci, tidak sedang haid dan tidak dicampuri. Sedangkan thalak Bidh’i adalah thalak yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya ketika isterinya dalam keadaan haid, atau telah dicampuri. Jika suami menjatuhkan thalak Bidh’i maka hukumnya haram.

2)      Thalak Sarih dan Kinayah
Dilihat dari cara menjatuhkan thalak maka thalak dibagi menjadi dua yaitu thalak Sarih yaitu thalak yang diucapkan oleh suami kepada isterinya dengan kata-kata yang jelas, misalnya; suaminya berkata kepada isterinya “saya ceraikan kamu”. Sedangkan thalak Kinayah adalah thalak yang diucapkan oleh suami kepada isterinya dengan kata-kata sindiran, misalnya; suaminya berkata kepada isterinya “saya berangkat dan tidak akan kembali” dan jika diiringi dengan niat untuk menceraikan isterinya maka jatuh thalak. Oleh sebab itu Rasulullah SAW menyampaikan dalam sabdanya yaitu:
  Artinya:     Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah bersabda: Ada tiga perkara apabila disungguhkan jadi dan bila main-main pun tetap jadi, yaitu nikah, thalak dan rujuk. (HR Imam empat, kecuali Nasai dan disahkan oleh Hakim).
3)      Thalak Raj’i dan Thalak Bain
Ditinjau dari segi rujuk maka thalak dibagi kepada dua yaitu Thalak Raj’i yaitu suami dapat kembali kepada isterinya tanpa akad nikah lagi. Thalak yang dapat suami kembali kepada isterinya adalah thalak satu dan thalak dua, tetapi jika sudah tiga kali suami menthalak isterinya maka dia tidak dapat kembali kepada isterinya. Kemudian Thalak Bain yaitu thalak dimana suasmi tidak dapat kembali kepada isterinya kecuali dengan syarat tertentu. Jika suami kembali kepada isterinya pada hal sudah dithalak tiga maka hukumnya haram.
3.    ‘Iddah
‘Iddah adalah masa menunggu bagi wanita yang diceraikan oleh suaminya sampai ia dapat menikah kembali dengan laki-laki lain. ‘Iddah ini tidak sama antara seorang wanita dengan wanita lainnya. Oleh sebab itu lama ‘iddah wanita tersebut adalah:
a.    Tiga kali suci atau haids bagi wanita yang mengalami haid secara normal. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 228 yaitu:

  Artinya:     Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
b.   Tiga bulan bagi wanita yang tidak haid lagi (menopouse) atau belum mengalami haid sama sekali. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Ath-Thalaq : 4 yaitu:
  Artinya:     Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
c.    Empat bulan sepuluh hari bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 234 yaitu:

  Artinya:     Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
d.   Sampai melahirkan bagi wanita yang hamil. Sesuai dengan firman Allah dalam surat At-Thalaq : 4 yaitu:

  Artinya:     Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.

4.    Hikmah Pernikahan
Nikah merupakan ibadah yang saling menguntungkan antara suami dan isteri. Pasangan suami-isteri jika melaksanakan hubungan suami-isteri berati dia sudah beribadah kepada Allah SWT. Disamping itu masih ada hikmah yang terkandung dalam akad nikah yaitu:
a.     Memelihara derjat manusia
Manusia sebagai makhluk Allah memiliki kebutuhan dasar dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Kebutuhan dasar yang sulit terkendalikan oleh manusia adalah seksual dan tidak bisa diganti dengan kebutuhan lain. Oleh sebab itu Islam mencarikan jalan keluar untuk menyalurkan nafsu sek tersebut dengan cara menikah. Pernikahan yang sah akan menyalurkan kebutuhan seks manusia secara bebas dan juga merupakan ibadah, sehingga kemuliaan manusia sebagai pemegang amanah Allah akan terjaga dengan baik.
b.    Menjaga garis keturunan
Pernikahan akan menjaga garis keturunan dalam proses regenerasi manusia. Kemudian dari pernikahan ini akan kelihatan dengan jelas tentang status manusia yang berhubungan dengan istilah dan fungsi suami, isteri, ayah, ibu, anak serta saudara (kakak/adik). Dengan demikian akan melahirkan sturan yang berhubungan dengan kekerbatan, pewarisan dan pernikahan.
c.     Mengembangkan kasih sayang
Manusia dianugerahkan oleh Allah rasa kasih sayang dan rasa kasih sayang itu merupakan kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Kemudian cara yang ampuh dalam merealisasikan kasih sayang adalah dengan pernikahan. Hal itu tidak merusak nilai-nilai kemanusiaan yang suci.



No comments:

Post a Comment