1.
Munakahad
a.
Pengertian Munakahad
Munakahad (nikah) itu artinya menghimpun, sedangkan
menurut istilah nikah adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan mukhrimnya sehingga menimbulkan hak dan kewajiban
antara keduanya. Firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 3 yaitu;
Artinya: Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
b.
Hukum Munakahad
Munakahad dalam Islam hukumnya mubah (boleh), tetapi
karena kondisi dan perkembangan zaman maka hukum munakahad itu disesuaikan
dengan situasi yaitu:
1) Wajib,
yaitu seseorang yang akan menikah bila sudah cukup sandang dan pangan tetapi
dikhawatirkan akan terjerumus kelimbah perzinaan.
2) Sunnat, yaitu seseorang yang mempunyai keinginan untuk
menikah dan sudah cukup sandang serta pangan.
3) Haram, yaitu seseorang yang akan menikah tetapi dia
berkeinginan untuk balas dendam atau menyakiti hati orang yang akan
dinikahinya.
4)
Makruh, yaitu seseorang
akan menikah tetapi belum mempunyai kesanggupan atau menikah dengan seseorang
yang mempunyai sesuatu penyakit yang membahayakan pasangannya.
Nikah yang dilaksanakan oleh manusia adalah untuk
mencapai kehidupan dan keluarga yang sakinah yaitu keluarga yang tenag,
tenteram, damai dan sejahtera dunia-akhirat. Firman Allah dalam surat Ar-Ruum :
21 yaitu;
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
c.
Persiapan Nikah
Seseorang akan menikah harus mempersiapkan dan
memilih calon yang akan dinikahinya. Hal ini sesuai dengan tuntunan Rasulullah,
yaitu; perempuan dinikahi karena empat hal yaitu karena kecantikannya,
hartanya, keturunannya dan agamanya, pilihlah karena agamanya, niscaya engkau
mendapat keuntungan. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jika calon
isteri tidak canti, tidak mempunyai harta dan juga tidak dari keturunan
bangsawan maka pilihlah yang beragama atau yang beraqidah. Kemudian bagi calon
isteri perlu juga mempertimbangkan sabda Rasulullah diatas yaitu suami yang
dicari itu laki-laki yang gagah, mempunyai harta, dari keturunan orang
baik-baik dan juga beragama yang taat. Sebab faktor agama sangat penting untuk
membentuk keluaga sakinah.
Dalam Islam dilarang
jika seseorang menikah dengan pasangan yang berbeda agama atau tidak seaqidah
karena hubungan mereka itu sama dengan berzinah. Hal itu sesuai dengan firman
Allah dalam surat Al-Baqarah : 221 yaitu;
Artinya: Dan janganlah kamu
menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita
budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran.
d.
Perempuan yang Haram dinikahi
Perempuan itu tidak semuanya yang boleh dinikahi
tetapi ada juga yang haram dinikahi. Penyebab perempuan itu haram dinikahi
antara lain;
1) Diharamkan
karena keturunan.
a) Ibu
dan seterusnya keatas
b) Anak
perempuan dan seterusnya kebawah
c) Saudara
perempuan sekandung, seayah atau seibu
d) Bibi
(saudara ibu, baik sekandung maupun perantaraan ayah atau ibu)
e) Bibi
(saudara ayah, baik sekandung maupun perantaraan ayah atau ibu)
f) Anak
perempuan dari saudara laki-laki terus ke bawah
g)
Anak perempuan dari saudara perempuan
terus ke bawah
2) Diharamkan
karena susuan.
a) Ibu
yang menyusui
b)
Saudara perempuan yang mempunyai
hubungan susuan
3) Diharamkan
karena suatu pernikahan.
a) Ibu
isteri (mertua) dan seterusnya ke atas, baik ibu dari keturunan maupun susuan
b) Anak
tiri (anak isteri yang dikawin dengan suami lain), jika sudah campur dengan
ibunya
c) Isteri
ayah dan seterusnya ke bawah
d) Wanita-wanita
yang pernah dinikai oleh ayah,kakek sampai ke atas
e)
Isteri anak yang laki-laki (menantu)
4) Diharamkan
untuk sementara.
a) Pertalian
nikah, yaitu perempuan yang masih berada dalam ikatan nikah sampai dicerai dan
habis masa iddahnya.
b) Thalak
bain kubra, yaitu perempuan yang dithalak dengan thalak tiga, haram dinikahi
oleh bekas suaminya, kecuali telah menikah dengan laki-laki lain serta sudah
digauli. Jika perempauan tersebut diceraikan dan habis masa iddahnya maka dia
boleh kembali kepada bekas suaminya yang pertama.
c) Menghimpun
dua orang perempuan yang bersaudara, kecuali salah satunya sudah diceraikan
baik cerai hidup maupun cerai mati.
d) Menghimpun
perempuan lebih dari empat orang.
e)
Berlainan agama, kecuali perempuan itu
telah Islam.
Perempuan itu haram dinikahi berdasarkan firman
Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 23 yaitu:
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu;
anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara
bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.
e.
Rukun Nikah
Pernikahan dianggap sah apabila telah lengkap
rukun-rukunnya yaitu;
1) Calon
pasangan suami-isteri, yaitu laki-laki muslim dan perempuan muslimah yang tidak
diharamkan untuk menikah.
2) Wali,
yaitu orang yang bertanggung jawab menikahkan pengantin perempuan, baik wali
nasab maupun wali hakim. Wali nasab adalah wali yang mempunyai hubungan tali
darah yaitu ayah kandung, kakek dari ayah, saudara laki-laki seayah-seibu,
saudara laki-laki seayah, anak laki-laki dari saudara seayah-seibu, saudara
laki-laki seibu dari ayah, saudara laki-laki seayah dari ayah, anak laki-laki
dari saudara laki-laki seayah-seibu dari ayah dan anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah dari ayah.
3) Saksi,
yaitu dua orang laki-laki dewasa yang menjadi saksi atas terjadinya suatu
pernikahan untuk menguatkan akad nikah yang terjadi dan menjadi saksi atas
keturunan yang dilahirkan.
4) Mahar,
yaitu pemberian diri pihak laki-laki kepada perempuan pada saat akad nikah.
5)
Ijab qabul. Ijab adalah ucapan
penyerahan dari wali perempuan kepada pihak laki-laki dan qabul adalah ucapan
penerimaan dari pihak laki-laki atas penyerahan perempuan adari walinya.
f.
Pembinaan Keluarga
Pernikahan akan melahirkan keluarga yang terbina dan
terdidik. Pembinaan keluarga tersebut antara lain;
1) Membina
kasih sayang
Suami maupun isteri berkewajiban membina dan mengembangkan
kasih sayang dalam rumahtangganya supaya terciptanya keluarga sakinah. Membina
kasih sayang antara suami dan isteri dengan memahami dan saling mengenal
karakter masing-masing sehingga tidak terjadi pertentangan diantara suami mapun
isteri. Jika hal tersebut terwujud maka kehudupan dalam rumahtangga akan
berjalan dengan baik dan lancar sehingga terkenal dengan istilah Al-Baity
Jannaty (rumahku bagaikan surga bagiku). Bila tidak terwujud maka
rumahtangga itu terkenal dengan Al-Baity Naary (rumahku bagaikan
Neraka bagiku).
2) Merawat
dan mendidik anak
Anak adalah buah
cinta antara pasangan suami dan isteri dan anak itu merupakan amanah Allah yang
diberikan kepada manusia. Oleh sebab itu berkewajiban orang tua untuk
memelihara dan merawat anak dengan baik. Sesuai dengan firman Allah dalam surat
An-Nisa’ : 9 yaitu;
Artinya: Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Jadi Allah sudah
mengingatkan kepada manusia supaya jangan meninggalkan keturuanan yang lemah
baik lemah iman maupun lemah ekonomi. Hal itu berarti bahwa orang tua jangan
lengah dan lalai terhadap anak dan keturunan yang ditinggalkan dibelakangnya. Kemudian
Rasulullah SAW juga mengingatkan bahwa kewajiban orang tua terhadap
anak-anaknya adalah menyekolahkan, memberi nama yang bagus dan menikahkan
setelah dia baligh. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yaitu;
Artinya: Hak bapak terhadap anaknya, bahwa
bapak mengajar anaknya menulis dan membaca dan membaguskan namanya dan
menikahkan apabila anaknya telah baliqh.
(HR. Ibnu Hajjar).
2.
Thalak
a. Pengertian
Thalak
Menurut bahasa thalak
artinya lepas atau pisah, sedangkan menurut istilah thalak adalah melepaskan
ikatan nikah dari suami kepada isterinya dengan lafaz tertentu. Suami
mengucapkan “saya talak kamu” maka terjadilah perceraian.
Jika suami
mengucapkan kata-kata thalak kepada isterinya dalam kondisi apapun (marah,
bergurau) maka terjadilah perceraian. Dengan demikian ucapan thalak ini tidak
boleh dipermain-mainkan.
Dalam menempuh hidup berumahtangga terjadi
perselisihan dan sudah diupayakan jalan lain untuk mencarikan solusinya
ternyata tidak ditemukan maka thalak inilah jalan terakhir yang ditempuh oleh
pasangan suami-isteri. Thalak itu halal tetapi dibenci oleh Allah, sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW yang;
Artinya: “Dari
Umar RA, ia berkata: Rasulullah bersabda; barang yang halal tetapi dibenci
Allah adalah thalak”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, disahkan Hakim dan Abu Hatim
menguatkan Mursalahnya).
b. Macam-macam
Thalak
1) Thalak
Sunni dan Bidh’i
Dilahat dari kondisi isteri maka thalak terdiri atas
dua yaitu thalak Sunni yaitu thalak yang dijatuhkan oleh suami kepada
isterinya ketika isterinya dalam keadaan suci, tidak sedang haid dan tidak
dicampuri. Sedangkan thalak Bidh’i adalah thalak yang
dijatuhkan oleh suami kepada isterinya ketika isterinya dalam keadaan haid,
atau telah dicampuri. Jika suami menjatuhkan thalak Bidh’i maka hukumnya
haram.
2) Thalak
Sarih dan Kinayah
Dilihat dari cara menjatuhkan thalak maka thalak
dibagi menjadi dua yaitu thalak Sarih yaitu thalak yang
diucapkan oleh suami kepada isterinya dengan kata-kata yang jelas, misalnya;
suaminya berkata kepada isterinya “saya ceraikan kamu”. Sedangkan thalak
Kinayah adalah thalak yang diucapkan oleh suami kepada isterinya dengan
kata-kata sindiran, misalnya; suaminya berkata kepada isterinya “saya berangkat
dan tidak akan kembali” dan jika diiringi dengan niat untuk menceraikan
isterinya maka jatuh thalak. Oleh sebab itu Rasulullah SAW menyampaikan dalam
sabdanya yaitu:
Artinya: Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah
bersabda: Ada tiga perkara apabila disungguhkan jadi dan bila main-main pun
tetap jadi, yaitu nikah, thalak dan rujuk. (HR Imam empat, kecuali Nasai dan
disahkan oleh Hakim).
3) Thalak
Raj’i dan Thalak Bain
Ditinjau dari segi rujuk maka thalak dibagi kepada
dua yaitu Thalak Raj’i yaitu suami dapat kembali kepada isterinya tanpa
akad nikah lagi. Thalak yang dapat suami kembali kepada isterinya adalah thalak
satu dan thalak dua, tetapi jika sudah tiga kali suami menthalak isterinya maka
dia tidak dapat kembali kepada isterinya. Kemudian Thalak Bain yaitu thalak
dimana suasmi tidak dapat kembali kepada isterinya kecuali dengan syarat
tertentu. Jika suami kembali kepada isterinya pada hal sudah dithalak tiga maka
hukumnya haram.
3.
‘Iddah
‘Iddah adalah masa menunggu bagi wanita yang
diceraikan oleh suaminya sampai ia dapat menikah kembali dengan laki-laki lain.
‘Iddah ini tidak sama antara seorang wanita dengan wanita lainnya. Oleh sebab
itu lama ‘iddah wanita tersebut adalah:
a. Tiga
kali suci atau haids bagi wanita yang mengalami haid secara normal. Sesuai
dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 228 yaitu:
Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
b. Tiga
bulan bagi wanita yang tidak haid lagi (menopouse) atau belum mengalami haid
sama sekali. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Ath-Thalaq : 4 yaitu:
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid
lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.
c. Empat
bulan sepuluh hari bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya. Sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 234 yaitu:
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di
antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu)
menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila
telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka
berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat.
d. Sampai
melahirkan bagi wanita yang hamil. Sesuai dengan firman Allah dalam surat
At-Thalaq : 4 yaitu:
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid
lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang
masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.
4.
Hikmah
Pernikahan
Nikah merupakan ibadah yang saling menguntungkan
antara suami dan isteri. Pasangan suami-isteri jika melaksanakan hubungan
suami-isteri berati dia sudah beribadah kepada Allah SWT. Disamping itu masih
ada hikmah yang terkandung dalam akad nikah yaitu:
a.
Memelihara derjat manusia
Manusia
sebagai makhluk Allah memiliki kebutuhan dasar dalam rangka mempertahankan
kehidupannya. Kebutuhan dasar yang sulit terkendalikan oleh manusia adalah
seksual dan tidak bisa diganti dengan kebutuhan lain. Oleh sebab itu Islam mencarikan
jalan keluar untuk menyalurkan nafsu sek tersebut dengan cara menikah.
Pernikahan yang sah akan menyalurkan kebutuhan seks manusia secara bebas dan
juga merupakan ibadah, sehingga kemuliaan manusia sebagai pemegang amanah Allah
akan terjaga dengan baik.
b.
Menjaga garis keturunan
Pernikahan
akan menjaga garis keturunan dalam proses regenerasi manusia. Kemudian dari
pernikahan ini akan kelihatan dengan jelas tentang status manusia yang
berhubungan dengan istilah dan fungsi suami, isteri, ayah, ibu, anak serta
saudara (kakak/adik). Dengan demikian akan melahirkan sturan yang berhubungan
dengan kekerbatan, pewarisan dan pernikahan.
c.
Mengembangkan kasih sayang
Manusia
dianugerahkan oleh Allah rasa kasih sayang dan rasa kasih sayang itu merupakan
kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Kemudian cara yang ampuh dalam
merealisasikan kasih sayang adalah dengan pernikahan. Hal itu tidak merusak
nilai-nilai kemanusiaan yang suci.
No comments:
Post a Comment