Thursday, September 25, 2014

FARAID (MAWARIS), WASIAT DAN WAKAF


1.    Faraid
a.     Pengertian Faraid
Faraid (mawaris) itu artinya aturan yang berkaitan dengan pembagian hatra pusaka. Hal itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 7 yaitu:
Artinya:    Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

Kemudian diperjelas oleh Allah dalam surat An-Nisa’ : 11 yaitu:

Artinya:    Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Kemudian Rasulullah SAW juga memberikan penjelasan tentang pembagian harta warisan, yang artinya: “Nabi Muhammad SAW bersabda: Berikanlah harta pusaka kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu, sisanya untuk orang laki-laki yang lebih utama. (HR. Bukhari dan Muslim).
b.     Berlakunya Hukum Waris
Jika seorang muslim meninggal dunia dan meninggalkan harta pusaka maka harta yang ditinggalkan wajib diberikan kepada ahli warisnya. Pembagian harta pusaka itu setelah yang meninggal dikebumikan dan pengelolaan harta pusakanya harus dipertimbangkan:
1)    Membayar semua biaya perawatan jenazah sewaktu sakit
2)    Membayar semua zakat yang diniatkan oleh jenazah sewaktu hidup
3)     Membayar semua hutang-hutangnya jika simayat meninggalkan hutang
4)    Membayar semua wasiat, jika simayat berwasiat sebelum dia meninggal dunia
5)    Setelah dibayar biaya perawatan, zakat, hutang-hutang dan wasiat maka sisa harta itu dibagi kepada ahli waris menurut ketentuan agama Islam.
c.      Sebab Pewarisan
Seseorang muslim dapat memperoleh harta pusaka disebabkan sebagai berikut:
1)    Pernikahan yaitu adanya ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan sebagai suami dan isteri. Keduanya mempunyai hak waris mewarisi dan tidak terhalang oleh ahli waris manapun.
2)    Kekerabatan, yaitu hubungan nasab antara orang yang mewariskan dengan orang yang mewarisi disebabkan oleh kelahiran. Hubungan ini tidak akan terputus karena yang menjadi sebab adanya seseorang tidak bisa dihilangkan.
3)    Wala’ atau perwalian, yaitu kekerabatan yang timbul karena membebaskan budak dan adanya perjanjian tolong-menolong atau sumpah setia antara seseorang dengan orang lain.
d.     Pembagian Harta Warisan
Ketentuan pembagain harta warisan dalam Islam adalah setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan seperenam. Ketentuan yang sudah ditetapkan itu disebut dengan Ashabul Furudh. Kemudian untuk lebih jelasnya ketentuan yang diterima oleh ahli waris dan orang-orang yang termasuk Ashabul Furudh dapat di lihat pada uraian berikut;
1)    Ahli waris yang mendapat setengah bagian yaitu;
a)    Seorang anak perempuan bila sendirian.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 11 yang artinya: “Apabila ia (perempuan) sendirian mendapat setengah”.
b)    Cucu perempuan dari anak laki-laki bila sendirian.
c)    Saudara perempuan sekandung bila sendirian.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ : 176 yaitu:

Artinya:    Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
d)    Saudara perempuan seayah jika tidak ada saudara perempuan kandung.
e)    Suami apabila tidak punya anak.
Firman Allah dalam An-Nisa’ : 12 yaitu:

Artinya:    Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
2)    Ahli waris yang mendapat seperempat bagian yaitu;
a)    Suami jika punya anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b)    Isteri (isteri-isteri) yang tidak ada hijab (penutup).
Sesuai firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 12 yang artinya: “Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak”.
3)    Ahli waris yang mendapat seperdelapan bagian yaitu;
Ahli waris yang mendapat seperdelan bagain hanya isteri saja jika dia punya anak. Sesuai firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 12 yang artinya: “Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu”.
4)    Ahli waris yang mendapat duapertiga bagian yaitu;
a)    Dua orang anak perempuan.
b)    Dua orang cucu perempuan dari anak laki-laki.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 11 yang artinya: “Jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan”.
c)    Dua orang saudara perempuan sekandung.
d)    Dua orang saudara perempuan seayah.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 176 yang artinya: “Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal”.
5)    Ahli waris yang mendapat sepertiga bagian yaitu;
Ahli waris yang mendapat sepertiga bagian hanya ibu yang tidak terhijab oleh anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki dan saudara laki-laki atau perempuan.
6)    Ahli waris yang mendapat seperenam bagian yaitu;
a)    Ibu apabila ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, dan dua orang saudara. Sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 11 yang artinya: “Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam”.
b)    Nenek perempuan jika yang meninggal punya ibu dan masih hidup.
c)    Cucu perempuan dari anak laki-laki jika ada anak perempuan kandung.
d)    Saudara perempuan seayah jika ada saudara perempuan sekandung.
e)    Ayah jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
f)     Kakek jika yang meninggal mempunyai ayah dan masih hidup.
g)    Seorang saudara laki-laki seibu.


e.      Hijab (Penutup)
Hijab terbagi kepada dua macam yaitu 1) Hijab Nuqshan yaitu mengurangi penerimaan harta warisan yang diterima oleh ahli waris. Pembagin yang dikurangi adalah suami dari setengah menjadi seperempat karena ada anak, isteri dari seperempat menjadi seperdelapan karena ada anak, dan ibu dari sepertiga menjadi seperenam karena ada anak atau cucu dari anak laki-laki dan dua orang saudara. 2) Hijab Hirman yaitu menghalangi ahli waris yang lain. Ahli waris yang menghalangi ahli waris lain adalah ibu, jika ada ibu dari yang meninggal maka nenek tidak mendapat bagain dari harta yang ditinggal oleh simayat.
Waris ada dua macam yaitu waris yang tidak bisa diputuskan dengan simayat dan waris yang tidak mendapat bagain dari harta warisan. Waris yang tidak dapat dipisahkan dari simayat adalah suami, isteri, ayah, ibu dan anak. Kemudian waris yang tidak mendapat harta warisan adalah budak, telah mati, mukatab (budak yang dijanjikan kemerdekaannya), pembunuh, orang murtad dan beragama lain.
f.       Ashabah
Ashabah artinya mencegah, sedangkan menurut istilah Ashabah artinya waris yang menerima semua harta warisan apabila ia sendirian, dan menerima kelebihan yang dibagi apa bila ia tidak sendirian. Waris yang menjadi Ashabah adalah anak laki-laki dan ayah.
Anak laki-laki  adalah ahli waris utama, sekalipun kedudukannya sebagai penerima sisa dan tidak pernah dirugikan, dia dapat menghalangi semua ahli waris baik hijab hirman maupun hijab nuqshan. Kemudian rincian pusaka bagi anak laki-laki sebagai berikut;
1).    Jika simayat hanya meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki, maka anak laki-laki mewarisi seluruh harta.
2).    Jika simayat hanya meninggalkan seorang atau beberapa orang anak laki-laki dan meninggalkan ahli waris ashabul furudh, maka anak laki-laki mendapatkan sisa setelah dibagikan kepada ashabul furudh.
3).    Jika simayat meninggalkan anak laki-laki, anak perempuan dan ashabul furudh, maka seluruh harta atau sisa harta peninggalan setelah dibagikan kepada ashabul furudh dibagi dua, dengan ketentuan anak laki-laki mendapat dua kali anak perempuan.

2.    Wasiat
Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain baik berupa barang, piutang atau manfaat untuk dimilki oleh orang yang diberi wasiat, sesudah orang yang berwasiat meninggal dunia. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 180 yaitu:

Artinya:    Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
Wasiat dinyatakan sah, jika orang yang berwasiat sudah baligh dan sehat serta tidak terpaksa terjadinya ajab-qabul. Orang yang menerima wasiat bukan dari golongan ahli waris. Kemudian harta yang diwasiatkan itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta yang ditinggalkan oleh simayat. Wasiat dinyatakan batal jika terjadi suatu peristiwa berikut:
a.     Orang yang mewasiatkan menderita penyakit gila yang membawanya kepada kematian.
b.     Orang yang diberi wasiat meninggal sebelum orang yang memberi wasiat.
c.      Barang yang diwasiatkan rusak sebelum diterima oleh orang yang diberi wasiat.
3.    Wakaf
Wakaf adalah menahan harta dan memberikan manfaatnya di jalan Allah. Wakaf salah satu perbuatan yang dianjurkan dan merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ganjaran wakaf itu tidak terbatas sepanjang pewakat itu masih hidup, bahkan terus terbawa sampai ia meninggal dunia. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, yang artinya: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda: Apabila manusia mati, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat serta anak yang shaleh yang selalu mendo’akan kedua ibu dan bapaknya. (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai).
Wakaf dinyatakan sah apabila terjadi ikrar wakaf berupa ucapan dari orang yang mewakafkan (wakif) kepada orang yang menerima barang yang diwakafkan (nadir).


No comments:

Post a Comment