Taqwa
1. Pengertian
Taqwa
Taqwa artinya
takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sedangkan menurut istilah Taqwa
adalah sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama
Islam secara utuh dan konsisten. Sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Baqarah : 177 yaitu:
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah
timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu
ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa.
Bepijak dari ayat
diatas bahwa karakteristik orang-orang yang bertaqwa secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam lima kategori
yaitu:
a. Iman
kapada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi. Dengan kata lain bahwa
instrumen ketaqwaan yang pertama adalah memelihara fitrah iman.
b. Mengeluarkan
harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, orang-orang
yang terputus di perjalanan, orang-orang yang meminta-minta, orang-orang
yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba
sahaya. Indikator taqwa yang dapat dilihat adalah mencintai sesama umat manusia
yang diwujudkan melalui kesanggupan mengobankan harta.
c. Mendirikan
shalat, menunaikan zakat. Dengan kata lain bahwa umat Islam wajib memelihara
ibdah formal yang diwajibkan kepada mereka.
d. Menepati
janji, dalam arti kata bahwa umat Islam wajib memelihara kehormatan dirinya.
e. Saba r
di saat kepayahan, kesudahan dan di waktu perang, dengan kata lain semangat
perjuangan.
Karakteristik yang lima ini
dapat disarikan menjadi dua kelompok yaitu:
a. Sikap
konsisten memelihara hubungan secara vertikat dengan Allah SWT. Hal ini
diwujudkan melalui tekad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan
ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan yang dibuat oleh Allah SWT.
b. Memelihara
hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat
manusia yang diwujudkan dalam segala tindakan kebajikan.
Jadi taqwa
meliputi seluruh aspek dalam kehidupan manusia baik keyakinan, ucapan maupun
perbuatan yang mencerminkan konsistensi seseorang terhadap nilai-nilai ajaran
Islam. Dengan demikian bawah taqwa merupakan nilai tertinggi yang hendak
dicapai oleh setiap muslim. Hal tiu sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Hujurat : 13 yaitu;
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.
2. Hubungan
dengan Allah SWT
Seorang yang
bertaqwa adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga
hubungan dengan Allah SWT setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus
menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat menghindar dari kejahatan
dan kemungkaran dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Oleh
sebab itu ketaqwaan adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
Memelihara
hubungan dengan Allah dimulai dari melaksanakan tugas perhambaan dengan
melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas. Ibadah yang dilaksanakan
oleh umat Islam akan berbekas kepada dirinya yaitu shalat;
(bekas dari shalat adalah mencegah keji dan mungkar), puasa;
(bekas dari puasa shalat adalah
sabar dan mengendalikan diri), zakat;
(bekas dari zakat adalah peduli dan menjauhkan diri dari ketamakan serta
kerakusan), hajji; (bekas dari hajji adalah persamaan, menjauhkan diri dari
takabur dan memerdekan diri kepada Allah.
Jika seseorang
sudah menjalin hubungan dengan Allah secara terus menerus maka orang itu tidak
akan mau meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan-Nya. Dengan demikian
yang dicari oleh manusia adalah keredhaan, kecintaan dan pertolongan dari Allah
SWT. Hal itu akan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan hidup baik di dunia
maupun di akhirat. Kemudian Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada manusia
yang artinya: Aku tinggalkan bagi kalian dua hal, apabila kalian berpegang
teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan sesat. Dua hal tersebut adalah
kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.
3. Hubungan
dengan sesama manusia
Hubungan dengan
sesama manusia terbagi kepada dua kelompok yaitu hubungan manusia dengan
keluarga dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan berikut;
a. Hubungan
dengan keluarga
Hubungan dengan
keluarga terbagi dua yaitu berbakti kepada kedua orang
tua dan menyayangi keluarga.
1) Berbakti
kepada kedua orang
tua
Hubungan anak
dengan orang
tua merupakan hubungan yang istimewa dan terkait erat dengan pernikahan dan
pewarisan. Seorang anak dilahirkan dengan perjuangan dan pengorbanan yang berat
dari ayah dan ibunya, oleh sebab itu anak diwajibkan untuk berbuat baik kepada
kedua ibu dan bapak. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Lukman : 14
yaitu:
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu.
Kemudian
Rasulullah menyatakan bahwa anak wajib berbuat baik kepada ibu dan bapaknya,
yang artinya: Abdullah bin Mas’ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah SAW;
Apakah amal perbuatan yang lebih disukai oleh Allah ?. Jawab Nabi; Shalat pada
waktunya. Aku bertanya; kemudian apa lagi ?. Jawab Nabi; Berbakti kepada kedua
orang tua, kemudian apa ?. Jawab beliau: Jihad di jalan Allah. (HR. Mutafaq
alaih).
Berbuat kepada
ibu dan bapak adalah ungkapan rasa terima kasih kepadanya karena keduanya telah
berusaha dengan kuat tenaga bahkan sampai mempertaruhkan nyawa. Hal itu dapat
dilihat ketika ibu mengandung, melahirkan dan menyusui anak yang dicintainya,
sedangkan bapak berusaha mencarikan nafkah untuk kelangsungan hidup berumah
tangga. Dengan demikian maka semua perintah orang tua wajib dipetuhi selagi
tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan jangan sekali-kali mengucapkan
kata-kata yang merusak hati keduanya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat
Al-Isra’ : 23 yaitu:
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.
2) Menyayangi
keluarga
Menyayangi
keluarga merupakan salah satu aktualisasi ajaran Islam yang harus ditampilkan
dalam perilaku seorang muslim. Menyayangi keluarga ditampilkan dalam bentuk
pemberian kasih sayang kepada seluruh anggota keluarga. Kasih sayang tidak
selalu dilahirkan dalam bentuk pemberian materi, tetapi yang lebih penting
adalah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh, sehingga kasih sayang dapat
dirasakan oleh keluarga. Kondisi yang terjadi dalam masyarakat modern
kadangkala bertolak belakang dengan ajaran Islam. Hal itu terjadi karena
kesibukkan masing-masing anggota keluarga sehingga terjadi perselingkuhan dan
anak-anak tidak terawat dan terbina. Kondisi yang menyebabkan terungkapnya
kata-kata; rumahku bagaikan neraka bagiku (Al-Baiti
Naari).
Islam menganjurkan
umatnya untuk menjadikan keluarga sebagai tempat yang penuh kedamaian (sakinah)
melalui pemupukkan perhatian dan kasih sayang, sehingga seluruh anggota
keluarga, baik suami, isteri maupun anak-anak tidak mencari perhatian dan kasih
sayang di luar rumah.
b. Hubungan
dengan masyarakat
1) Menegakkan
keadilan
Adil adalah
menempatkan sesuatu pada tempatnya. Menegakkan keadilan merupakan bentuk
aktualisasi ajaran Islam dalam hubungan seorang muslim dengan masyarakat. Adil
merupakan kebutuhan azasi setiap orang dan setiap muslim senantiasa menjaga hak
azasi ini dengan cara berpihak kepada keadilan dan berusaha menegakkan keadilan
di tengah-tengah masyarakat. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat
An-Nahl : 90 yaitu:
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku
adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
2) Amar
makruf nahyi munkar
Menegakkan amar
makruf nahyi munkar merupakan aktualisasi dalam rangka menegakkan kebenaran dan
menghindari kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Amar makruf
adalah keberpihakan seorang muslim terhadap kebenaran, kendatipun kebenaran itu
dapat merugikan dirinya. Sabda Nabi yang artinya; Katakanlah yang benar itu
walaupun pahit rasanya.
Menegakkan
kebenaran dan mencegah kemungkaran itu dinyatakan oleh Allah dalam surat Ali
Imran : 104 yaitu;
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
3) Menyebarkan
rahmat dan kasih sayang
Hubungan yang baik
atas dasar kasih sayang terhadap sesama manusia ini menjadi ciri dari umat
Islam, karena salah satu misi yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW adalah memberi
rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu setiap muslim harus mengemban misi ini
yaitu memberi rahmat bagi sesama dan seluruh alam. Sesuai dengan firman Allah
dalam surat Al-Anbiya’ : 107 yaitu;
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Kasih sayang yang
didasarkan karena Allah akan melahirkan banyak perbuatan baik dan bermanfaat
bagi orang
banyak baik diminta maupun tidak diminta. Jika umat Islam sudah menyebarkan
rahmat dan kasih sayang kepada sesama manusia maka hal itu akan dapat
menghindarkan diri dari sifat-sifat sombong, angkuh, fitnah dan zuudzan serta
sifat-sifat jahat lainnya.
4. Hubungan
dengan diri sendiri
a. Memelihara
kehormatan diri
Hubungan dengan
diri sendiri dilakukan melalui upaya menjaga dan memelihara kehormatan diri
yaitu menjaga kesucian diri dengan menghindari makanan dan minuman yang haram,
mencari kehidupan dengan jalan yang halal dan menghindarkan diri dari perbuatan
yang haram. Disamping itu maka kesucian diri sendiri dapat di jaga dengan
memelihara diri dari pernikahan yang sah, menghindari dari perzinaan dan
hal-hal yang mendekatkan diri kepada perbuatan zina. Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat Al-Israa’: 32 yaitu;
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang
buruk.
Kemudian untuk
memelihara kehormatan diri sendiri dapat juga dilaksanakan dengan mengendalikan
hawa nafsu yang membawa manusia kepada tindakan yang jahat. Hal itu dijelaskan
oleh Allah dalam surat Al-A’faaf
: 176 yaitu;
Artinya: Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir.
b. Saba r
Sabar pada
dasarnya adalah interaksi seseorang dengan dirinya sendiri, ia merupakan sikap
diri dari hasil proses pendidikan dan penghayatan yang mendalam terhadap
nilai-nilai yang tersimpan dalam wahyu Allah dan dalam kehidupan nyata melalui
pengalaman hidup. Sabar merupakan sikap yang lahir dari penyerahan diri secara
total kepada Allah, karena itu maka sabar tidak pernah dapat dipisahkan dari
keyakinan tentang kekuasaan Allah. Umat Islam harus memiliki kesabaran baik
dalam melaksanakan perintah Allah maupun dalam menghadapi halangan, tantangan,
rintangan dan gangguan yang dialaminya dalam menjalani bahtera hidup dan
kehidupan di dunia yang fana. Hal itu dinyatakan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah
: 45 yaitu;
Artinya: Jadikanlah sabar dan shalat sebagai
penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyu'.
Kemudian dalam surat Al-Baqarah
: 153 yaitu;
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah
sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar.
c. Syukur
Syukur merupakan
aktualisasi ajaran Islam terhadap diri sendiri, yaitu menumbuhkan sikap
berterima kasih atas apa yang diperolehnya dari Allah dan manusia. Syukur yang
paling tinggi nilainya adalah menysukuri nikmat Allah melalui perbuatan, yakni
menggunakan nikmat yang diberikan Allah sesuai dengan keharusannya. Bersyukur
karena sudah menjadi mahasiswa maka gunakanlah kesempatan itu untuk belajar
dengan sungguh-sungguh. Bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmat
yang sudah diberikannya kepada manusia. Hal itu sesuai dengan firman Allah
dalam surat Ibrahim : 7 yaitu;
Artinya: Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih."
Jadi bersyukur
kepada kebaikan orang lain merupakan ungkapan terima kasih kepada orang
yang memberi kebaikan itu. Oleh sebab itu kebaikan wajib dibalas dengan
kebaikan dan yang paling baik adalah kejahatan di balas dengan kebaikkan.
d. Istiqamah
Istiqamah adalah
tegak berdiri di atas prinsip kebenaran yang diyakininya. Istiqamah merupakan
sikap hidup yang mampu berdiri di atas tauhid dan mendorong dirinya untuk
senantiasa konsisten dengan prinsip itu dalam kondisi dan situasi apapun. Sifat
ini dapat melekat pada diri seorang muslim apabila dia telah benar-benar
beriman dan seluruh kehidupannya dirujuk hanya kepada Allah. Hal ini dapat
dilihat dari kisah yang terjadi di pada Ramlah bin Abi Shofyan yaitu:
Ramlah
bin Abi Shofyan adalah salah seorang wanita muslim yang ikut hijrah pertama ke Ethiopia.
Ia didampingi oleh suami yang sangat dicintainya, yaitu Abdullah bin Jahsy;
seorang pria yang baru saja masuk Islam karena dorongan cintanya kepada Ramlah.
Ramlah pergi dengan suami dan sahabat-sahabatnya yang muslim dengan penuh
kesengsaraan dan penderitaan serta ancaman pembunuhan kaum Quraisy terhadap
kaum muslimin yang hijrah. Ia memilih pergi meninggalkan orang tua dan
keluarganya yang kaya dan bergelimang harta dan kedudukan yang terhormat di
kota Mekah, semata-mata mempertahankan imannya terhadap ajaran Rasulullah.
Ancaman dan kesengsaraan yang menimpa kaum Muhajirin itu ternyata mampu
pelunturkan iman Abdullah bin Jahsy, sehingga suatu hari ia meninggalkan
isterinya dan berkata: Ramlah ! sekarang begini saja, aku tidak tahan lagi
hidup seperti ini, karena itu sekarang pilih olehmu, apakah kamu akan mengikuti
aku atau masuk Nasrani atau bercerai!. Ramlah kaget, kata-kata suaminya
bagaikan sambaran halilintar di siang bolong, ia tertunduk kepedihan
menyelimuti hatinya. Ia benar-benar tepojok, di saat ia dalam derita, ujian itu
datang bertubi-tubi. Ia pergi meninggalkan kemuliaan dirinya di Mekah karena
dorongan iman dan kasih sayang suaminya, kini kasih sayang itu telah sirna
pula. Ikut suaminya masuk Nasrani, kembali ke Mekah menjadi kafir atau hidup
sebatang kara di negeri orang dengan tetap mempertahankan iman. Hal itu
merupakan pilihan yang teramat sulit untuk dipilih oleh seorang perempuan.
Dalam suasana itu, Ramlah, seorang perempuan lemah itu kemudian dengan tegar
berkata: “Baiklah, cintaku,
hidupku dan matiku telah kuserahkan kepada Allah, karena itu aku akan berangkat
sekarang juga, aku akan pergi meninggalkan dirimu dan keyakinanmu, biarkan aku
dalam lapar dan dahaga, karena aku bahagia dalam pelukan iman”.
Dari kisah itu
dapat disimpulkan bahwa seorang perempuan yang diuji dengan ujian yang sangat
berat dan dia rela meninggalkan suaminya yang murtad dan orang tuanya yang
kafir. Kemudian dia menetapkan memilih mengikuti kebenaran yang diberikan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Jadi dia tetap Istiqamah dengan keputusan yang benar yaitu
beriman kepada Allah dan Rasulullah.
5. Hubungan
dengan lingkungan hidup
a. Mengelola
dan memelihara alam
Makhluk Allah yang
paling sempurna diciptakan oleh Allah adalah manusia, sebab manusia itu
dibekali dengan akal dan nafsu. Akal yang diberikan itu digunakan untuk
memikirkan kehidupannya di dunia dan akhirat. Kemudain dengan akal itu Allah
berikan tugas kepada manusia untuk mengelola dan memelihara alam. Sesuai dengan
Firman Allah dalam surat Huud : 61 yang berbunyi;
Artinya: Dan kepada Tsamud
(Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah
Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat
(rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Manusia
yang memakmurkan alam artinya bahwa manusia yang dianugerahi akal dan pikiran
wajar dia diperintah untuk mengelola sumber daya alam. Sumber daya alam dan
sumber daya manusia perlu digali sedemikian rupa sehingga manusia bisa
mengembangkan potensi yang dimilikinya guna melangsungkan hidup dan
kehidupannya di dunia. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-A’raaf : 10
yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur.
Dunia
yang fana ini tempat manusia berkiprah dan mengembangkan potensi akalnya untuk
mencari kebahagiaan di dunia tetapi jangan lupakan kehidupannya di akhirat. Hal
itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Qashash : 77 yang berbunyi;
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan.
b. Menjaga
dan melestarikan alam
Manusia adalah
makhluk yang sempurna dengan kemampuan akal, qalbu dan nilai-nilai yang
diberikan oleh Allah guna membentuk hubungan yang harmonis dengan alam dan
lingkungannya.
Islam memberi
dorongan kepada manusia untuk menjaga alam dan lingkungan hidup karena manusia
punya akal dan kepribadian. Hal itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat
Al-Anbiya’ : 107 yaitu:
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
Alam yang sudah
dibentangkan oleh Allah untuk keperluan hidup manusia di dunia, kadang kala
manusia tersebut tidak bertanggung jawab dengan pekerjaan yang dilaksanakannya.
Kerusakan yang dilaksanakan oleh manusia baik di darat maupun di laut. Hal itu
sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Ruum : 41 yaitu:
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada
mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar).
A. Daftar
Pustaka
As-Suyuthi,I
(1995); Apa Itu Algur’an; Penerbit
Gema Insani Press: Jakarta.
Abdul Fatah
Idris.(1994); Fiqih Islam
Lengkap; Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Suparta, M (1996); Ilmu
Hadis, Penerbit Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan
(LSIK: Jakarta.
Suryana Af, A.T
(1997), Pendidikan Agama Islam;
Penerbit Tiga Mutiara: Bandung.
_____;(2001); Pendidikan
Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum; Penerbit
Direktorat PTAI Dirjen Kelembagaan Agama Islam: Jakarta.
No comments:
Post a Comment