Saturday, September 27, 2014

KONSEP TAQWA


Taqwa
1.   Pengertian Taqwa
Taqwa artinya takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sedangkan menurut istilah Taqwa adalah sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah : 177 yaitu:


Artinya:  Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Bepijak dari ayat diatas bahwa karakteristik orang-orang yang bertaqwa secara umum dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori yaitu:
a.    Iman kapada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan para nabi. Dengan kata lain bahwa instrumen ketaqwaan yang pertama adalah memelihara fitrah iman.
b.    Mengeluarkan harta yang dikasihinya kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, orang-orang yang terputus di perjalanan, orang-orang yang meminta-minta, orang-orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang dapat dilihat adalah mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengobankan harta.
c.    Mendirikan shalat, menunaikan zakat. Dengan kata lain bahwa umat Islam wajib memelihara ibdah formal yang diwajibkan kepada mereka.
d.    Menepati janji, dalam arti kata bahwa umat Islam wajib memelihara kehormatan dirinya.
e.    Sabar di saat kepayahan, kesudahan dan di waktu perang, dengan kata lain semangat perjuangan.
Karakteristik yang lima ini dapat disarikan menjadi dua kelompok yaitu:
a.    Sikap konsisten memelihara hubungan secara vertikat dengan Allah SWT. Hal ini diwujudkan melalui tekad dan keyakinan yang lurus, ketulusan dalam menjalankan ibadah dan kepatuhan terhadap ketentuan dan aturan yang dibuat oleh Allah SWT.
b.    Memelihara hubungan secara horizontal, yakni cinta dan kasih sayang kepada sesama umat manusia yang diwujudkan dalam segala tindakan kebajikan.
Jadi taqwa meliputi seluruh aspek dalam kehidupan manusia baik keyakinan, ucapan maupun perbuatan yang mencerminkan konsistensi seseorang terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Dengan demikian bawah taqwa merupakan nilai tertinggi yang hendak dicapai oleh setiap muslim. Hal tiu sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Hujurat : 13 yaitu;
Artinya:  Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
2.   Hubungan dengan Allah SWT
Seorang yang bertaqwa adalah orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan dengan Allah SWT setiap saat. Memelihara hubungan dengan Allah terus menerus akan menjadi kendali dirinya sehingga dapat menghindar dari kejahatan dan kemungkaran dan membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Oleh sebab itu ketaqwaan adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dari melaksanakan tugas perhambaan dengan melaksanakan ibadah secara sungguh-sungguh dan ikhlas. Ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam akan berbekas kepada dirinya yaitu shalat; (bekas dari shalat adalah mencegah keji dan mungkar), puasa; (bekas dari puasa  shalat adalah sabar dan mengendalikan diri), zakat; (bekas dari zakat adalah peduli dan menjauhkan diri dari ketamakan serta kerakusan), hajji; (bekas dari hajji adalah persamaan, menjauhkan diri dari takabur dan memerdekan diri kepada Allah.
Jika seseorang sudah menjalin hubungan dengan Allah secara terus menerus maka orang itu tidak akan mau meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan-Nya. Dengan demikian yang dicari oleh manusia adalah keredhaan, kecintaan dan pertolongan dari Allah SWT. Hal itu akan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan hidup baik di dunia maupun di akhirat. Kemudian Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada manusia yang artinya: Aku tinggalkan bagi kalian dua hal, apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan sesat. Dua hal tersebut adalah kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.
3.   Hubungan dengan sesama manusia
Hubungan dengan sesama manusia terbagi kepada dua kelompok yaitu hubungan manusia dengan keluarga dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan berikut;
a.    Hubungan dengan keluarga
Hubungan dengan keluarga terbagi dua yaitu berbakti kepada kedua orang tua dan menyayangi keluarga.
1)   Berbakti kepada kedua orang tua
Hubungan anak dengan orang tua merupakan hubungan yang istimewa dan terkait erat dengan pernikahan dan pewarisan. Seorang anak dilahirkan dengan perjuangan dan pengorbanan yang berat dari ayah dan ibunya, oleh sebab itu anak diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua ibu dan bapak. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Lukman : 14 yaitu:

Artinya:  Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Kemudian Rasulullah menyatakan bahwa anak wajib berbuat baik kepada ibu dan bapaknya, yang artinya: Abdullah bin Mas’ud berkata: Saya bertanya kepada Rasulullah SAW; Apakah amal perbuatan yang lebih disukai oleh Allah ?. Jawab Nabi; Shalat pada waktunya. Aku bertanya; kemudian apa lagi ?. Jawab Nabi; Berbakti kepada kedua orang tua, kemudian apa ?. Jawab beliau: Jihad di jalan Allah. (HR. Mutafaq alaih).
Berbuat  kepada ibu dan bapak adalah ungkapan rasa terima kasih kepadanya karena keduanya telah berusaha dengan kuat tenaga bahkan sampai mempertaruhkan nyawa. Hal itu dapat dilihat ketika ibu mengandung, melahirkan dan menyusui anak yang dicintainya, sedangkan bapak berusaha mencarikan nafkah untuk kelangsungan hidup berumah tangga. Dengan demikian maka semua perintah orang tua wajib dipetuhi selagi tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan jangan sekali-kali mengucapkan kata-kata yang merusak hati keduanya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra’ : 23 yaitu:
Artinya:  Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
2)   Menyayangi keluarga
Menyayangi keluarga merupakan salah satu aktualisasi ajaran Islam yang harus ditampilkan dalam perilaku seorang muslim. Menyayangi keluarga ditampilkan dalam bentuk pemberian kasih sayang kepada seluruh anggota keluarga. Kasih sayang tidak selalu dilahirkan dalam bentuk pemberian materi, tetapi yang lebih penting adalah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh, sehingga kasih sayang dapat dirasakan oleh keluarga. Kondisi yang terjadi dalam masyarakat modern kadangkala bertolak belakang dengan ajaran Islam. Hal itu terjadi karena kesibukkan masing-masing anggota keluarga sehingga terjadi perselingkuhan dan anak-anak tidak terawat dan terbina. Kondisi yang menyebabkan terungkapnya kata-kata; rumahku bagaikan neraka bagiku (Al-Baiti Naari).
Islam menganjurkan umatnya untuk menjadikan keluarga sebagai tempat yang penuh kedamaian (sakinah) melalui pemupukkan perhatian dan kasih sayang, sehingga seluruh anggota keluarga, baik suami, isteri maupun anak-anak tidak mencari perhatian dan kasih sayang di luar rumah.
b.    Hubungan dengan masyarakat
1)   Menegakkan keadilan
Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Menegakkan keadilan merupakan bentuk aktualisasi ajaran Islam dalam hubungan seorang muslim dengan masyarakat. Adil merupakan kebutuhan azasi setiap orang dan setiap muslim senantiasa menjaga hak azasi ini dengan cara berpihak kepada keadilan dan berusaha menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl : 90 yaitu:

Artinya:  Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
2)   Amar makruf nahyi munkar
Menegakkan amar makruf nahyi munkar merupakan aktualisasi dalam rangka menegakkan kebenaran dan menghindari kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Amar makruf adalah keberpihakan seorang muslim terhadap kebenaran, kendatipun kebenaran itu dapat merugikan dirinya. Sabda Nabi yang artinya; Katakanlah yang benar itu walaupun pahit rasanya.
Menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran itu dinyatakan oleh Allah dalam surat Ali Imran : 104 yaitu;

Artinya:  Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
3)   Menyebarkan rahmat dan kasih sayang
Hubungan yang baik atas dasar kasih sayang terhadap sesama manusia ini menjadi ciri dari umat Islam, karena salah satu misi yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW adalah memberi rahmat bagi seluruh alam. Oleh sebab itu setiap muslim harus mengemban misi ini yaitu memberi rahmat bagi sesama dan seluruh alam. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Anbiya’ : 107 yaitu;
Artinya:  Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Kasih sayang yang didasarkan karena Allah akan melahirkan banyak perbuatan baik dan bermanfaat bagi orang banyak baik diminta maupun tidak diminta. Jika umat Islam sudah menyebarkan rahmat dan kasih sayang kepada sesama manusia maka hal itu akan dapat menghindarkan diri dari sifat-sifat sombong, angkuh, fitnah dan zuudzan serta sifat-sifat jahat lainnya.
4.   Hubungan dengan diri sendiri
a.    Memelihara kehormatan diri
Hubungan dengan diri sendiri dilakukan melalui upaya menjaga dan memelihara kehormatan diri yaitu menjaga kesucian diri dengan menghindari makanan dan minuman yang haram, mencari kehidupan dengan jalan yang halal dan menghindarkan diri dari perbuatan yang haram. Disamping itu maka kesucian diri sendiri dapat di jaga dengan memelihara diri dari pernikahan yang sah, menghindari dari perzinaan dan hal-hal yang mendekatkan diri kepada perbuatan zina. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Israa’: 32 yaitu;

Artinya:  Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
Kemudian untuk memelihara kehormatan diri sendiri dapat juga dilaksanakan dengan mengendalikan hawa nafsu yang membawa manusia kepada tindakan yang jahat. Hal itu dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-A’faaf : 176 yaitu;

Artinya:  Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
b.    Sabar
Sabar pada dasarnya adalah interaksi seseorang dengan dirinya sendiri, ia merupakan sikap diri dari hasil proses pendidikan dan penghayatan yang mendalam terhadap nilai-nilai yang tersimpan dalam wahyu Allah dan dalam kehidupan nyata melalui pengalaman hidup. Sabar merupakan sikap yang lahir dari penyerahan diri secara total kepada Allah, karena itu maka sabar tidak pernah dapat dipisahkan dari keyakinan tentang kekuasaan Allah. Umat Islam harus memiliki kesabaran baik dalam melaksanakan perintah Allah maupun dalam menghadapi halangan, tantangan, rintangan dan gangguan yang dialaminya dalam menjalani bahtera hidup dan kehidupan di dunia yang fana. Hal itu dinyatakan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah : 45 yaitu;

Artinya:  Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.
Kemudian dalam surat Al-Baqarah : 153 yaitu;
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
c.    Syukur
Syukur merupakan aktualisasi ajaran Islam terhadap diri sendiri, yaitu menumbuhkan sikap berterima kasih atas apa yang diperolehnya dari Allah dan manusia. Syukur yang paling tinggi nilainya adalah menysukuri nikmat Allah melalui perbuatan, yakni menggunakan nikmat yang diberikan Allah sesuai dengan keharusannya. Bersyukur karena sudah menjadi mahasiswa maka gunakanlah kesempatan itu untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Bersyukur kepada Allah maka Allah akan menambah nikmat yang sudah diberikannya kepada manusia. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Ibrahim : 7 yaitu;

Artinya:  Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
Jadi bersyukur kepada kebaikan orang lain merupakan ungkapan terima kasih kepada orang yang memberi kebaikan itu. Oleh sebab itu kebaikan wajib dibalas dengan kebaikan dan yang paling baik adalah kejahatan di balas dengan kebaikkan.
d.    Istiqamah
Istiqamah adalah tegak berdiri di atas prinsip kebenaran yang diyakininya. Istiqamah merupakan sikap hidup yang mampu berdiri di atas tauhid dan mendorong dirinya untuk senantiasa konsisten dengan prinsip itu dalam kondisi dan situasi apapun. Sifat ini dapat melekat pada diri seorang muslim apabila dia telah benar-benar beriman dan seluruh kehidupannya dirujuk hanya kepada Allah. Hal ini dapat dilihat dari kisah yang terjadi di pada Ramlah bin Abi Shofyan yaitu:
Ramlah bin Abi Shofyan adalah salah seorang wanita muslim yang ikut hijrah pertama ke Ethiopia. Ia didampingi oleh suami yang sangat dicintainya, yaitu Abdullah bin Jahsy; seorang pria yang baru saja masuk Islam karena dorongan cintanya kepada Ramlah. Ramlah pergi dengan suami dan sahabat-sahabatnya yang muslim dengan penuh kesengsaraan dan penderitaan serta ancaman pembunuhan kaum Quraisy terhadap kaum muslimin yang hijrah. Ia memilih pergi meninggalkan orang tua dan keluarganya yang kaya dan bergelimang harta dan kedudukan yang terhormat di kota Mekah, semata-mata mempertahankan imannya terhadap ajaran Rasulullah. Ancaman dan kesengsaraan yang menimpa kaum Muhajirin itu ternyata mampu pelunturkan iman Abdullah bin Jahsy, sehingga suatu hari ia meninggalkan isterinya dan berkata: Ramlah ! sekarang begini saja, aku tidak tahan lagi hidup seperti ini, karena itu sekarang pilih olehmu, apakah kamu akan mengikuti aku atau masuk Nasrani atau bercerai!. Ramlah kaget, kata-kata suaminya bagaikan sambaran halilintar di siang bolong, ia tertunduk kepedihan menyelimuti hatinya. Ia benar-benar tepojok, di saat ia dalam derita, ujian itu datang bertubi-tubi. Ia pergi meninggalkan kemuliaan dirinya di Mekah karena dorongan iman dan kasih sayang suaminya, kini kasih sayang itu telah sirna pula. Ikut suaminya masuk Nasrani, kembali ke Mekah menjadi kafir atau hidup sebatang kara di negeri orang dengan tetap mempertahankan iman. Hal itu merupakan pilihan yang teramat sulit untuk dipilih oleh seorang perempuan. Dalam suasana itu, Ramlah, seorang perempuan lemah itu kemudian dengan tegar berkata: “Baiklah, cintaku, hidupku dan matiku telah kuserahkan kepada Allah, karena itu aku akan berangkat sekarang juga, aku akan pergi meninggalkan dirimu dan keyakinanmu, biarkan aku dalam lapar dan dahaga, karena aku bahagia dalam pelukan iman”.
Dari kisah itu dapat disimpulkan bahwa seorang perempuan yang diuji dengan ujian yang sangat berat dan dia rela meninggalkan suaminya yang murtad dan orang tuanya yang kafir. Kemudian dia menetapkan memilih mengikuti kebenaran yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Jadi dia tetap Istiqamah dengan keputusan yang benar yaitu beriman kepada Allah dan Rasulullah.
5.   Hubungan dengan lingkungan hidup
a.    Mengelola dan memelihara alam
Makhluk Allah yang paling sempurna diciptakan oleh Allah adalah manusia, sebab manusia itu dibekali dengan akal dan nafsu. Akal yang diberikan itu digunakan untuk memikirkan kehidupannya di dunia dan akhirat. Kemudain dengan akal itu Allah berikan tugas kepada manusia untuk mengelola dan memelihara alam. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Huud : 61 yang berbunyi;
Artinya: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Manusia yang memakmurkan alam artinya bahwa manusia yang dianugerahi akal dan pikiran wajar dia diperintah untuk mengelola sumber daya alam. Sumber daya alam dan sumber daya manusia perlu digali sedemikian rupa sehingga manusia bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya guna melangsungkan hidup dan kehidupannya di dunia. Sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-A’raaf : 10 yang berbunyi:

Artinya:  Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.
Dunia yang fana ini tempat manusia berkiprah dan mengembangkan potensi akalnya untuk mencari kebahagiaan di dunia tetapi jangan lupakan kehidupannya di akhirat. Hal itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Qashash : 77 yang berbunyi;
Artinya:  Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

b.    Menjaga dan melestarikan alam
Manusia adalah makhluk yang sempurna dengan kemampuan akal, qalbu dan nilai-nilai yang diberikan oleh Allah guna membentuk hubungan yang harmonis dengan alam dan lingkungannya.
Islam memberi dorongan kepada manusia untuk menjaga alam dan lingkungan hidup karena manusia punya akal dan kepribadian. Hal itu sesuai dengan Firman Allah dalam surat Al-Anbiya’ : 107 yaitu:
Artinya:  Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
Alam yang sudah dibentangkan oleh Allah untuk keperluan hidup manusia di dunia, kadang kala manusia tersebut tidak bertanggung jawab dengan pekerjaan yang dilaksanakannya. Kerusakan yang dilaksanakan oleh manusia baik di darat maupun di laut. Hal itu sesuai dengan firman Allah dalam surat Ar-Ruum : 41 yaitu:
Artinya:  Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

A.   Daftar Pustaka
As-Suyuthi,I (1995); Apa Itu Algur’an; Penerbit Gema Insani Press: Jakarta.
Abdul Fatah Idris.(1994); Fiqih Islam Lengkap; Penerbit Rineka Cipta: Jakarta.
Suparta, M (1996); Ilmu Hadis, Penerbit Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK: Jakarta.
Suryana Af, A.T (1997), Pendidikan Agama Islam; Penerbit Tiga Mutiara: Bandung.
_____;(2001); Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum; Penerbit Direktorat PTAI Dirjen Kelembagaan Agama Islam: Jakarta. 

No comments:

Post a Comment